Novel Dilan & Milea (Review)
Sebelum aku memulai apa yang ingin ku tuliskan nanti, aku meminta izin kepada sang penulis (Ayah Pidi Baiq) untuk ikut berpendapat tentang karyanya yang luar biasa. Aku ingin berpendapat di blog ku ini, karena agar bisa ku baca ulang lagi saat beberapa tahun kedepan,ketika aku rindu karyanya yang ini.
Berawal dari teman kelasku saat awal kuliah dulu. Saat itu Aku memang lagi suka membaca novel ringan dan tidak terlalu melibatkan pemikiran berat dan teman ku itu menawarkan Novel yang berjudul DILAN. Teman ku itu adalah seorang lelaki yang menjadi korban sosok Dilan, katanya. Aku sedikit di ceritakan gambaran novel itu dan akupun tertarik membacanya. Kalau tidak salah ingat itu tahun 2012/2013, pertama kali aku membaca Novel DILAN (Saat itu aku belum tahu kalau novel ini akan ada lanjutannya).
DILAN #1 |
Aku
ingin berpandangan tentang Novel DILAN ‘Dia Adalah Dilanku 1990':
Tokoh
utama novel itu sudah pasti manusia bernama DILAN, tapi di novel ini kita akan
membaca cerita tentang Dilan dari sudut pandang MILEA (Tokoh utama Wanita). Aku
berimajinasi tentang sosok Dilan dan Milea, biarlah ini imajinasiku dan
terserah saja bagaimana aku membayangkan mereka. Dari lembaran yang terletak di
awal aku tertarik dengan sketsa para tokoh novel itu beserta namanya juga.
Sedikitnya kamu punya bahan dasar untuk berimajinasi wajah tokoh novel itu agar
kau tidak terlalu liar berimajinasi. Bagiku Dilan memang bisa membuat wanita
tertarik, hanya dengan cara dia bicara dengan Milea wanita yang dia kagumi.
Disini
Dilan dikenal sebagai Anak SMA jurusan Fisika di salah satu sekolah di daerah
buah batu Bandung yang menjadi anggota geng motor terkenal di Bandung, tapi
memiliki otak cerdas, terbukti di kelas dia selalu masuk peringkat 3 besar.
Dilan mengagumi sosok wanita pindahan dari Jakarta bernama Milea jurusan Biologi yang satu sekolah dengannya. Tapi maaf Dilan
sepertinya kamu memang harus berusaha keras atau bahkan mungkin kau harus
menghentikan usahamu mengejar Milea. Disaat kau tahu kalau Milea sudah Memiliki
kekasih.
Ternyata
Dilan berusaha keras mendekati Milea dengan cara yang menurutku itu cara
menggombal yang unik. Semua lelaki memang bisa menjadi Dilan, tapi tak semua
lelaki bisa berpikiran seperti Dilan demi mengejar wanita pujaannya, karena
kita memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkan rasa kagum atau mungkin
Cinta.
Ayah
Pidi Baiq bisa memanfaatkan bahasa yang cukup ringan dan tidak terlalu kaku di
setiap lembar ceritanya, tak jarang aku menemukan quotes di tengah-tengah
paragraf. Aku suka kata-kata manis Dilan yang ditulis melalui tangan Ayah.
Ketika
Dilan memberi Kado sebuah TTS yang sudah dia isi, hanya dengan alasan tak mau
wanita yang dia sayanginya lelah berpikir. Ayah aku ingin lihat wujud TTS ini.
Kalau
kau sadar setiap Dilan mengobrol dengan caranya, aku merasa Milea pun mulai
terbawa dengan cara bicara Dilan. Dilan itu kalau ngomong kadang seenak mulut
dia, tapi itu kocak. Dilan apakah kamu seorang komedian?
Seorang
Panglima tempur yang memiliki bakat meramal ini, memiliki 2 sisi berbeda ketika
dia menjadi panglima tempur di geng motornya dan menjadi dilan yang mengejar
Milea. Sungguh berbeda.
“Milea,
Aku belum mencintaimu, tapi gak tau nanti sore”
Cara
Dilan meresmikan hari jadiannya yang menggunakan tulisan bermaterai yang langsung di tanda tangani keduanya.
Buku
pertama DILAN ini banyak kata-kata rayuan Dilan untuk Milea dan ceritanyapun
cukup ringan. Di buku ini aku lebih banyak tersenyum saat membaca halaman ke
halamannya. Karena disinilah masa PDKT Dilan dan Milea, sampai pada akhirnya
mereka jadian di warung Bi Eem. Kalau kalian selesai membaca buku ini dahulu
kala yang masih belum tahu kalau novel ini akan ada lanjutannya, pasti kau akan
merasa sesak, setelah tahu akhir ceritanya hanya sampai jadian saja. Itu yang
aku rasakan dulu.
Sebenarnya
aku penasaran apa yang terjadi setelah mereka jadian, apakah mereka akan
berujung di pelaminan atau tidak. Dan ternyata pertanyaanku terjawab di novel
DILAN 2.
Wow.
. . Akhirnya Dilan pun muncul untuk menceritakan masa lalu dia dengan versi
nya. Dua buku sebelumnya itu adalah sudut pandang Milea sebagai Perempuan, sekarang
kita di beri kesempatan tahu dari sudut pandang Dilan sebagai laki-laki.
Di
awalan buku ketiga ini sama seperti buku sebelumnya, Dilan memperkenalkan
dirinya. Tapi maaf Dilan aku udah kenal kamu dari Milea.
Lembaran
selanjutnya setelah memperkenalkan dirinya, Dilan seolah mulai melanjutkan
cerita yang sudah di ceritakannya, bukan melanjutkan, tapi ku rasa ada bagian
yang coba dilan luruskan dan bahkan ada cerita yang dia sempurnakan, agar
terasa utuh ceritanya.
Dua
buku sebelumnya kita hanya tahu kondisi Milea saja ketika mendapatkan dinamika
dari ceritanya itu, walaupun kita juga tahu kondisi Dilan saat situasi itu dari
Milea, tapi itu hanya sekilas pandangan Milea saja. Dan disinilah aku rasa
Dilan menggambarkan dengan utuh kondisinya saat itu.Dilan memang tak mengulang
cerita yang sudah di utarakan Milea, karena di buku ini Dilan selalu melewati
bagian yang sudah di ceritakan Milea dengan kalimat “Seperti yang sudah di ceritakan oleh Milea di
buku sebelumnya”.
Itulah kuncian kalimat Dilan untuk mempersingkat cerita.
Membaca
buku ini memang sedikit terasa berbeda, itu aku rasakan dari gaya bahasa Dilan
dan penyampaiannya dalam versi cowo. Walaupun penulisnya sama, tapi aku masih
merasa perbedaan itu.
Aku
mengetahui detail kondisi Dilan, dari mulai dia mengincar Milea dan pada
akhirnya mereka berdua jadian, dilanjut kondisi Dilan yang cukup bahagia
setelah jadian dengan Milea, di bagian ini Dilan menceritakan masa-masa
pacarannya yang tak di ceritakan oleh Milea.
Aku mulai merasa prihatin dengan
kondisi Dilan saat dia menceritakan dinamika hubungannya, detik-detik menuju
mereka putus. Milea menceritakan hanya
sampai bagian saat di rumah burhan saja. Milea tidak tahu persis kondisi Dilan
saat dia di tahan polisi, saat Dilan di usir oleh Ayahnya, saat Dilan di pecat
dari sekolah, saat Akew meninggalkan Dilan untuk selamanya, saat Milea
memutuskan Dilan, dan saat Milea lebih memilih orang yang Dilan hormati untuk
melanjutkan kehidupannya. Aku rasa Dilan merasa sesak. Walaupun itu tidak di
ceritakan olehnya.
Semakin
ku buka halaman demi halaman dari setiap yang di ceritakan Dilan, aku merasa
ada sesuatu yang ingin dilan gambarkan dari sosok Milea, tapi dilan masih
membatasi ceritanya dengan mencoba meluruskan apa yang Milea ceritakan
sebelumnya. Tapi entahlah Dilan aku merasa masih ada yang mengganjal dari
cerita kamu tentang Milea. Aku minta maaf kalau aku salah menduga.
Dilan
memang terasa lebih tegas saat bercerita di bukunya ini, berbeda dengan cerita
dari Milea, Disana Dilan terasa lebih romantis dan liar (Mungkin karena geng
motor). Disini kita akan tahu juga kondisi Dilan sebagai geng motor yang cukup
berbeda pendapat dari cerita Milea.
Awalnya
dari cerita Milea aku ingin tahu sekali kondisi Dilan saat sudah putus dan
tidak bisa bertemu Milea lagi. Dilan aku rasa kamu hebat bisa menutupi kesedihan
itu depan orang sekitarmu.
Ada
bagian yang menyesakkan untukku dan mungkin bagi pembaca lain, yaitu sebuah
kesalahpahaman antara mereka berdua setelah putus. Setidaknya aku satu
pemikiran Dilan saat tidak ada kesalahpahaman itu, apakah kita akan tetap seperti
ini Milea? (Ucap Dilan kepada Milea melalui telepon).
Buku
ketiga ini bagiku adalah klimaks dari semua rasa sedih, sesak, penasaran dan
mungkin rasa bahagia pun terlibat.
Terima
kasih Dilan sudah bersedia menyempurnakan cerita masa lalu kalian berdua. Aku
setuju ketika ada yang berkata setiap lelaki itu bisa menjadi Dilan dengan
caranya masing-masing. Tapi siapa sosok aslimu Dilan?
Milea,
terima kasih sudah berbagi cerita tentang cerita cinta kamu bersama lelaki paling
romantis pada masa 1990’an. Kamu berhasil membentuk sosok Dilan yang menjadi
pujaan wanita dari masa mu sampai masa ku pun mengaguminya.
Terakhir
rasa hormat dan terima kasihku untuk Ayah Pidi Baiq yang sudah menulis cerita
cinta Dilan & Milea (Sebuah novel dengan dua sudut pandang lelaki dan
perempuan), dengan bahasa yang cukup ringan dan bisa mengubah pola pikir wanita
yang ingin jadi Milea dan memiliki sosok Dilan. Ayah kau hebat meramu emosi
pembaca dari titik nol sampai klimaks di buku ketiga ini. Mohon maaf jika ada
salah kata dari tulisanku ini, karena aku mohon izin untuk berpendapat.
Terima kasih sudah membaca sudut pandang ku . .
Komentar
Posting Komentar