Perbedaan itu indah

Kami pernah melakukan sebuah perjalanan yang masih berada di negara kami sendiri yatu Negara Indonesia, tentunya tak jarang orang takjub dengan negara Indonesia yang memang terkenal dengan kekayaan alam dan budayanya.
Kesempatan ini tentunya tidak kami sia-siakan, kami mempersiapkan apa yang kami rasa di butuhkan di sana.

Sebenarnya kami ingin mengenalkan Kampung Sipulung kepada kalian, walaupun  tak akan serinci yang kalian harapkan.

Kami adalah rombongan mayoritas dengan keyakinan agama kami (Islam), bersinggah di salah satu kampung yang mayoritasnya adalah Non-Muslim, bahkan hampir 90% itu non muslim, karena setahu kami hanya ada satu rumah (keluarga) muslim yang bertahan tinggal disana.

Kedatangan kami disana menjadi sekumpulan minoritas yang harus mengenal adat dan budaya baru, bukan sebuah masalah bagi kami, bahkan ini hal yang menarik untuk di kenali. Tidak untuk di beda-bedakan, tapi ragam budaya inilah yang bisa membuat kami kuat.
Mereka sangat menghargai kami, begitupun kami pun menghargai mereka. Kami di kenali dengan budaya mereka yang memiliki banyak keunikan. Apa yang mereka makan dan olah memang tidak sepenuhnya bisa kami makan, karena kami punya batasan untuk hal itu, tapi ternyata mereka paham akan itu, tak pernah mereka menyuguhkan makanan yang tak bisa kami makan (Menurut Islam), mereka nampak sederhana, tapi terasa istimewa bagi kami. Hanya rebusan sayur pucuk umbi dan lombok (Sambal) saja yang menjadi menu makan untuk setiap harinya.

Kalau kalian tanya “Apa gak bosen makan itu aja?” Kami tidak merasa itu, karena selain lauk-pauknya yang sederhana, tapi ada beras khas yang menjadi nasi favorit kami setiap kali makan, beras Tarone namanya. Belum lagi sebelum atau sesudah makan kami selalu di suguhkan kopi murni asli seko tanpa bahan campuran. Mungkin itu yang di namakan kenikmatan dunia yang hakiki. Bukan dengan apa kalian makan, tapi dengan siapa kalian menikmati makanan itu.

Untuk beribadah di masjid bagi kaum laki-laki itu sulit, karena tidak ada masjid di kampung tersebut, hanya ada gereja yang berdiri kokoh di setiap sudut kampung itu, tapi itu tak membuat kami berhenti untuk beribadah, karena kami masih bisa menjalankan kewajiban itu di rumah tempat kami tinggal. Kampung yang belum ada listrik sama sekali hanya terdengar ramai dengan canda tawa dan celoteh antar keluarga, tapi akan sejenak hening ketika mereka tahu kalau kami sedang menunaikan ibadah sholat, mereka tahu kalau kami harus melakukan ibadah 5 x sehari untuk setiap harinya. Disini juga terasa sekali toleransi antar umat beragama. Sekali lagi kami memang bukan berniat membedakan atau membandingkan antar agama, tapi disini kami ingin berbagi mengenai indahnya perbedaan.

Untuk kalian warga sipulung, kalian memang warga yang penuh warna dan kaya akan budaya, terima kasih untuk pelajaran nyata yang sudah kalian berikan untuk kami dan semoga kami bisa kembali singgah kesana dengan melihat perubahan baru yang lebih indah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Perjalanan Pendidikan Dasar Wanadri

Materi Psikologi Sosial MOTIF

TAHUN PERTAMA KAMI SEBAGAI ANGKATAN TOPAN RIMBA & PUSPA RAWA (DIES #1)